Sugesti sebetulnya berasal dari kata dalam bahasa Inggris suggestion artinya saran. Dengan kata lain, sugesti adalah ilmu untuk meyakinkan orang lain dengan cara memberi “saran”.
Seorang dokter memberi sugesti kepada pasiennya, memberi saran bahwa si
pasien harus begini2 atau begitu2 kalau penyakitnya mau sembuh. Saran
yang bersifat Mutlak (harus) dikerjakan oleh pasiennya. Kalau pasiennya
percaya, maka sugesti itu akan membuahkan hasil (kesembuhan) bagi si
pasien.
Jadi kekuatan sugesti ada pada kepercayaan si pasien akan saran si
dokter tadi. Kadang2 ada sugesti yang sangat berhasil, ada yang
berhasil, ada yang gagal. Kalau tingkat kepercayaan si pasien itu
demikian tinggi, maka ketika sang dokter belum memberikan saran apa2,
baru menatap muka saja, maka adakalanya si pasien sudah merasakan
kesembuhan.
Tetapi, tidak jarang juga si pasien harus bolak balik ke dokter untuk
penyembuhan penyaikitnya. Dan tidak sedkit pula pasien yang penyakitnya
sama, saran atau sugesti yang diberikan sama, tetapi kok penyakitnya
tidak sembuh2 juga. Ini berarti yang menyembuhkan bukan sugesti dari
sang dokter 100 %. Dokter hanya berusaha, memberi sugesti (saran),
mengobati saja, sedangkan hasil akhir sebuah kesembuhan adalah milik
Tuhan, Dzat yang Maha Menyembuhkan.
Sebagaimana seorang dokter, seorang guru/dosen dalam mengajar juga
dengan memberkan sugesti kepada anak didiknya. Dalam hal ini, sang
murid harus mentaati apa yang diucapkan oleh guru/ dosen nya. Ikuti
kata per kata nya, kalau ia ingin pandai seperti guru/dosennya.
Dengan kata lain, murid harus patuh, taat, manut, dengan apa yang
dikatakan guru, jika ia ingin mendapat ilmu dari gurunya. Jaman
sekarang, banyak murid yang sudah merasa “lebih pintar” dari gurunya.
Sehingga sering tidak hormat kepada guru. Banyak murid yang “durhaka”
kepada gurunya sendiri. Banyak murid yang hanya cari nilai. Banyak
murid yang hanya cari muka. Sehingga ilmu yang didapat sering tidak
membawa berkah. Sehingga seorang yang ilmunya tinggi, tapi tidak
berkah, akibat durhaka kepada sang guru. Di India (jaman dulu), seorang
yang dipanggil “guru”, adalah orang suci, mirip dewa, orang yang dekat
dengan Tuhan. Orang yang kata2nya selalu dipatuhi. Karena kalau tidak
dipatuhi, maka bencana akan menimpa. Apakah itu bencana gempa bumi atau
gagal panen.
Dalam dunia perdagangan, seorang salesman yang berhasil adalah jika dia
dapat memberi sugesti kepada pembeli atau pelanggannya tentang
keunggulan produk tertentu. Banyak konsumen merasa tertipu setelah
memberi barang, karena kelihaian dari sang salesman dalam mensugesti.
Sugesti yang berlebihan akan membuat konsumen dibuat klepek2, tak
berdaya menolak, akhirnya menyesal.
Ilmu sugesti dapat pula dijadikan ilmu yang kearah negatif, untuk
hipnotis misalnya. Korban hipnotis adalah orang2 yang lemah, pikirannya
sedang “kosong”, sehingga dengan sentuhan, tatapan mata, rayuan yang
memohon2, seseorang dapat terkuras duitnya melalui ATM. Kadang2 sugesti
dilakukan dari jarak jauh, baik sugesti untuk menipu atau mengobati
orang.
Sugesti akan berhasil karena ada “deal” antara dokter dengan pasien,
antara guru dengan murid, antara dosen dengan mahasiswa, antara salesman
dengan konsumen, antara penghipnotis dengan korbannya. Sugesti akan
berhasil jika ada yang percaya, dokter dipercaya oleh pasien, pasien
jadi sembuh. Guru dipercaya oleh murid, maka murid jadi pintar, begitu
juga dosen dengan masiswa. Salesman barangnya bisa laku karena
dipercaya oleh konsumen. Penghipnotis bisa berhasil menghipnotis orang,
karena ada yang “percaya”, mungkin lebih tepatnya terpedaya.
Sugesti ini juga bisa ditularkan. Orang yang punya sugesti kuat dapat
ditularkan kepada orang lain. Jadi sugesti ini sudah berkembang seperti
“energi” atau tenaga dalam. Orang yang punya tenaga dalam dapat
ditularkan kepada orang lain melalui “perantara” batu cincin, keris
dll, tapi hati2 yang ini bisa menjurus ke arah sirik. Tetapi sirik itu
bukan hanya percaya kepada cincin atau keris saja. Orang yang percaya
kepada dokter, bahwa dokter yang menyembuhkan, bahwa obat yang
menyembuhkan bisa juga tergelincir kepada sirik. Karena hakikatnya yang
menyembuhkan adalah bukan dokter, bukan obat, tetapi Tuhan. Buktinya,
dengan penyakit yang sama diobati dengan obat yang sama, dengan dokter
yang sama, tetapi ada pasien yang sembuh ada juga yang mati. Itu
artinya apa, bukan dokter bukan obat yang menyembuhkan, tetapi Tuhan
yang menyembuhkan. Begitu juga ada dokter yang prakteknya laris, ada
yang prakteknya tidak laku, mungkin dokter ini belum punya ilmu sugesti,
belum dipercaya oleh pasien2 yang datang. Ada dokter yang kaya raya,
tetapi ada dokter yang miskin, itu juga artinya apa, rezeki Tuhan yang
mengatur.
Begitu juga dengan guru, Kita wajib menghormati guru, walaupun sudah
jadi pejabat, presiden atau menteri tetap harus hormat kepada guru,
bukan berarti pula mendewa2kan guru. Guru juga tidak mau didewa2kan,
saya kira. Tetapi guru tetap harus dihormati agar ilmu yang kita dapat
dari guru mendapat keberkahan, membawa kebaikan. Kita sekarang punya
ilmunya tinggi2, teknologinya hebat2, tetapi mungkin tidak berkah,
karena kita tidak menghormati guru sebagaimana mestinya. Kondisi bangsa
Indonesia yang kurang bagus juga, jangan2 kita termasuk orang yang
“durhaka” kepada guru2 kita. Ilmu dapat tapi tidak berkah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar